Memahami Pembelajaran Tatap Muka Terbatas 

Memahami Pembelajaran Tatap Muka Terbatas 

\"\" Oleh : Prissky, Peneliti Muda RRP  Pandemi yang melanda Indonesia telah membuat dampak yang sangat besar pada beberapa sektor kehidupan kita, termasuk pendidikan. Ketika virus Covid-19 mulai tidak terkendali, pemerintah memutuskan untuk memberhentikan sementara kegiatan pembelajaran tatap muka di sekolah, dikarenakan resiko tertular virus Covid-19, baik itu tenaga pendidik, maupun siswa yang hadir di sekolah.  Banyak daerah di Indonesia yang tidak luput dari pemberhentian pembelajaran tatap muka di sekolah, sebagian siswa yang pada awalnya menyambut senang keputusan ini, lama-kelamaan merasa bahwa mereka kehilangan arah dalam pembelajaran. Dengan banyaknya tugas, dan pengajaran yang hanya dilakukan secara virtual lewat beberapa aplikasi, baik siswa maupun orangtua, yang secara langsung menjadi penanggung jawab pendidikan anak-anak mereka saat dirumah, mulai mengeluhkan beberapa hal dikarenakan berbagai faktor karena merasa hal ini tidak efektif untuk pembelajaran. Pada akhirnya, pemerintah telah memutuskan untuk kembali mengadakan pertemuan pembelajaran tatap muka kembali di sekolah. Menurut SKB 4 Menteri pada 30 Maret 2021, Pembelajaran Tatap Muka sudah bisa dilakukan di berbagai daerah yang sudah mengalami penurunan level PPKM. Meski tidak diwajibkan, hal ini sudah diperbolehkan untuk dilakukan.  Meski keputusan tersebut telah diputuskan bersama oleh empat menteri yaitu Menteri Pendidikan dan Kebudayaan, Menteri Agama, Menteri Kesehatan, dan Menteri Dalam Negeri, masih banyak masyarakat yang meragukan keselamatan anak mereka dari virus Corona saat di sekolah. Di satu sisi, mereka ingin anak mereka bersekolah sebagaimana mestinya, namun di sisi lain, para orangtua jelas khawatir karena virus Corona ini bisa menyerang siapa saja.  Tetapi, pertemuan tatap muka yang dimaksud oleh pemerintah tentu saja bukanlah tatap muka seperti saat sebelum pandemi melanda, pertemuan yang dilangsungkan adalah ‘Pembelajaran Tatap Muka Terbatas’ (Kemdikbud, 2021). Kata ‘terbatas’ ini memiliki artian, bahwa pembelajaran tatap muka yang dilangsungkan dengan berbagai kondisi dan syarat serta  ketat akan protokol kesehatan untuk mengantisipasi terjadinya penularan virus Covid-19 di sekolah. Ada beberapa kondisi agar pembelajaran tatap muka terbatas bisa dilakukan, seperti pendidik dan tenaga kependidikan harus divaksinasi terlebih dahulu, setelah pendidik dan tenaga kependidikan divaksinasi, satuan pendidikan diwajibkan untuk menyediakan layanan pembelajaran tatap muka terbatas dengan tetap menerapkan protokol kesehatan dan tetap mengadakan pembelajaran jarak jauh. Pada orangtua pun tetap diberi hak penuh untuk memilih apakah anaknya mengikuti pembelajaran tatap muka terbatas atau tetap melakukan pembelajaran jarak jauh (SKB 4 Menteri, 30 Maret 2021). Kondisi kelas pun tidak langsung dipenuhkan kapasitasnya secara keseluruhan, ada beberapa kriteria untuk kapasitas kelas yang diterapkan pemerintah untuk menjalankan pembelajaran tatap muka terbatas. Untuk jenjang SD hingga SMA dan sederajat, peserta didik menjaga jarak minimal 1,5 meter dan maksimal hanya 18 peserta didik per kelasnya. Untuk SDLB hingga SMALB dan sederajat, peserta didik menjaga jarak minimal 1,5 meter dan maksimal hanya 5 peserta didik per kelasnya. Untuk jenjang PAUD, peserta didik minimal menjaga jarak 1,5 meter dan hanya 5 peserta didik per kelasnya (SKB 4 Menteri, 30 Maret 2021).  Kegiatan pembelajaran tatap muka terbatas di sekolah tidak hanya kegiatan pembelajaran, untuk kegiatan ekstrakulikuler dan olahraga serta kegiatan di luar lingkungan satuan pendidikan diperbolehkan dengan tetap menjaga ketat protokol kesehatan, begitu juga dengan kantin sekolah, diperbolehkan beroperasi dengan tetap menjaga protokol kesehatan (SKB 4 Menteri, 30 Maret 2021). Jelas dalam hal ini, pemerintah sebagai penyelenggara pendidikan telah mengkaji secara serius dan dalam tentang kemungkinan-kemungkinan serta resiko serta solusi terbaik untuk pendidikan anak Indonesia, hingga mengeluarkan kebijakan pembelajaran tatap muka terbatas ini. Dengan berbagai kondisi dan protokol kesehatan yang diterapkan dalam pelaksanaannya, tentu kembali kepada masyarakat untuk bisa menilai apakah kebijakan baru ini bisa lebih efektif atau tidak untuk anak mereka masing-masing, pemerintah pun juga memberi otoritas penuh kepada masyarakat untuk memilih. Yang jelas, pendidikan untuk anak Indonesia harus tetap bisa berjalan meskipun sedang di tengah pandemi.(**)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: